Postingan

Berkah Ketika Jasad Terbaring Sakit

Gambar
      Oleh : Ahmad Izzuddin “Ketika melihat ombak di lautan, saya tidak berlama-lama memikirkan ombaknya tetapi berpikir apa yang menyebabkan ombak itu bisa terjadi”. Itulah inti sekelumit kalimat dari seorang penyair paling berpengaruh kelahiran Bsharri Lebanon yang menulis banyak karya original dengan masterpiece nya ‘The Prophet’ Kahlil Gibran. Kalimat yang terkesan sederhana tersebut, memiliki banyak sekali makna yang mendalam jika dikontekstualisasikan dalam peristiwa kehidupan manusia dengan berbagai latar belakangnya. Dua diantaranya : Pertama bermakna harmoni alam, ombak di permukaan laut terjadi karena adanya hembusan angin, bisa juga disebabkan faktor lain seperti pasang surut air laut akibat gaya tarik bulan atau matahari. Fenomena tersebut merupakan perwujudan dari alam yang terikat secara serasi sehingga tampaklah keindahannya. Jika manusia ingin nampak indah hidupnya maka harus saling bekerjasama, saling melengkapi, saling support, saling asih. Kedua bermakna on

Habituasi Budaya Ilmiah melalui Inkubasi Proposal Penelitian

Gambar
  Ahmad Izzuddin Menulis terdengar sangat familiar mengingat dari kecil kita diajari membaca, menulis dan berhitung (calistung). Namun ketika menulis dihubungkan dengan karya ilmiah, artikel, jurnal penelitian, riset berbasis pengabdian kepada masyarakat, proposal penelitian dan sejenisnya, menulis menjadi momok bagi sebagian orang termasuk diri saya sendiri mengingat penulisan karya ilmiah membutuhkan sistematika, metodologi, berbasis data sampai pada lahirnya novelty.  Bagi saya membaca dan berbicara itu terasa lebih mudah daripada menulis, membaca membutuhkan sedikit energy untuk memikirkan menghayati apalagi kalau dilakukan sambil ngopi, berbicara cukup mengamalkan skill public speaking yang sudah sangat sering dipraktikkan. Namun ketika datang pada tugas menulis bebannya terasa beda, beratnya tidak ketulungan, bagaimana tidak - ketika bahan dan data awal sudah lengkap sekalipun, menerjemahkan apa yang ada dalam data lalu memadukan dengan ide dari ruang pikiran selanjutnya merangka

Ketika Istri Berharap Suami Menikah Lagi...

Gambar
             Beberapa pekan terakhir ini saya disibukkan dengan finishing tugas ahir kuliah/mengerjakan Tesis. Mulai dari mencari buku, banyak membaca, mengetik, menyusun sesuai dengan kaidah penulisan karya tulis ilmiah, bimbingan sampai pada tahap revisi. Sebenarnya pengerjaan Tesis sudah saya mulai sejak beberapa bulan yang lalu, bahkan sudah Seminar Proposal juga, namun memasuki bulan Juli pengerjaannya menjadi semakin intens karena bulan ini merupakan akhir semester genap dan awal bulan Agustus sudah memasuki semester ganjil.    Mengapa harus selesai bulan ini? Selain tuntutan kalender akademik, ingin wisuda bareng Ibu Arumi Bachsin (Istrinya Bapak Emil Dardak Wakil Gubernur Jatim), saya juga memiliki pengalaman yang bisa dikatakan tidak mudah menjalaninya saat kuliah S2 yang pertama mengambil jurusan Manajemen Pendidikan Islam harus molor beberapa tahun lulusnya karena satu dan lain hal, maka S2 saya yang kedua ini (Prodi Aqidah dan Filsafat Islam) tidak boleh lagi tertunda ke

Kesempatan Emas Kuliah S2 (Lagi)

Gambar
  Ahmad Izzuddin Untuk memulai tulisan ini, saya tertarik meminjam sebuah ungkapan yang sangat heroik dari Abraham Lincoln “Saya memang seorang yang melangkah dengan lambat, tetapi saya tidak pernah berjalan mundur walaupun satu langkah”. Abraham Lincoln mengungkapkan kalimat itu dengan penuh penjiwaan karena sesuai dengan perjalanan hidup yang pernah dialaminya. Meskipun dalam konteks yang berbeda, namun kalimat tersebut juga sesuai dengan apa yang saya rasakan dan saya alami. Bagaimana tidak, sebuah keinginan yang saya pendam selama kurang lebih 15 tahun, sekarang mulai datang kesempatan emas itu yaitu kesempatan untuk kuliah. Bukan hanya kuliah biasa, namun kuliah yang menurut saya sangat luar biasa. Karena ini merupakan kuliah S2 yang ke 2 setelah yang pertama mengambil jurusan Manajemen Pendidikan Islam (MPI), lalu mengulang S2 dengan mengambil jurusan yang berbeda yaitu Aqidah dan Filsafat Islam (AFI). "Mencari ilmu, kalian tidak boleh malu meskipun harus mengulang seratus

Berkurban Adalah Mengikhlaskan Yang Dicintai

Gambar
Ahmad Izzuddin Gambar : From Google Saat kita lahir ke dunia, kita dalam keadaan telanjang bulat tidak membawa apa-apa, tidak memiliki ap-apa, bahkan kita tidak memiliki daya dan upaya sama sekali. Atas kemurahan dan kasih sayang Allah kita diberi rizki melalui wasilah kedua orang tua berupa asi, semakin tumbuh kita diberi makan minum, setelah besar kita diberi pendidikan   hingga kita dewasa sampai mandiri. Dari tidak bisa apa-apa kita menjadi kuat, dari tidak punya apa-apa kita kaya harta benda, meskipun definisi kaya itu relative. Dalam harta benda itu ada sebuah ikatan yang kita miliki yaitu rasa cinta, dimana rasa cinta itu merupakan sikap seseorang untuk ingin selalu bersama dan tidak ingin melepaskannya. Kebanyakan orang akan berat hati untuk melepaskan yang dicintai karena cinta adalah rasa memiliki yang begitu kuat, kita merasa jika harta benda yang kita miliki merupakan hasil usaha kita, jika bukan karena jerih payah maka kita tidak memiliki harta benda tersebut. Anggap

Buku Berkata “Menunggu Itu Sangat Menyenangkan”

Gambar
Ahmad Izzuddin Ungkapan yang sering kita dengar atau bahkan pernah kita alami adalah "Menunggu merupakan aktifitas yang membosankan". Saat menunggu seolah-olah waktu berjalan lambat atau bahkan terasa berhenti, satu menit terasa satu jam, satu jam terasa satu hari. Menunggu membuat harapan seperti tidak menentu dan hati terasa diombang-ambing, seperti menunggunya seorang lelaki terhadap jawaban atas lamaran yang sudah diutarakan kepada calon mertua. Jika tidak sabar menunggu kebanyakan orang akan berfikir jika saja waktu bisa dibeli, dia akan membelinya hanya untuk meng-cut waktu agar segera mendapat jawaban dan kejelasan serta terbebas dari belenggu menunggu. Meskipun kebanyakan dari kita mengetahui jika mau sedikit sabar menunggu, mungkin akan lebih menyelamatkan kita karena ketidak sabaran seringkali membahayakan diri sendiri. Namun kebanyakan menganggap statemen ‘menunggu membosankan’ seperti menghipnotis dan kita jadikan   pembenaran dari ketidak sabaran kita. Banyak